Selasa, 08 September 2009

Penyaluran Zakat

Assalamu'alaikum wr. wb.

Kepada para ustadz/ustadzah, mohon dibantu menjawab pertanyaan di bawah ini.

At-Taubah: 60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.

Sehubungan dengan ayat tersebut di atas, bagaimana hukum menyalurkan zakat
(mal ataupun fithrah) kepada para korban gempa, yang mana mereka saat ini
teramat sangat membutuhkan uluran tangan kita?

Terima kasih atas bantuannya,

Wassalamu'alaikum wr wb.

Mulyono

*******************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Pak Mulyono, senang bertemu di forum ini dalam kelompok tauziyah mini (milist), semoga senantiasa Allah SWT melimpahkan rahmat dan keberkehan kepada kita ini umat muslim.

Apakah sudah ada yang menjawab belum yha ?? ma'af karena banyaknya pekerjaan selama romadhon, maka banyak hal2 yang tersilap dan terabaikan, mohon ma'af untuk itu. Kalau sudah di jawab yg lain yah alhamdulillah, namun kalau belum semoga jawaban di bawah ini sebagai penambah wawasan.

Kembali ke pertanyaan anda bagaimana kalau zakat di berikan kepada korban bencana spt yang sekarang ini timbul di jabar dan sebagian pantai selatan lainnya. Sebelum kita jawab pertanyaan anda, maka kita harus tahu dulu pengertian zakat. Zakat itu adalah sesuatu harta yang diambil dari orang2 tertentu dan disalurkan kepada orang2 tertentu yang oleh Allah SWT sudah di kondisikan siapa mereka. Jadi Zakat itu sangat berbeda dengan sodakoh ataupun infaq, sebab ke 2 hal ini tidak ada aturan mainnya. Berbeda dengan zakat, maka ketentuannya dan hitungannya itu sudah ditentukan dan masa waktu (kurun) 12 bulan (bulan Islam) bukan bulan Masehi (hati2 thd hal ini).

Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Jadi kalau disimpulkan siapa-siapa saja penerima zakat itu, yaitu ada 8 aznab, yaitu :

Orang-orang fakir

Orang-orang miskin

Pengurus-pengurus zakat

Para mu’allaf

Untuk budak

Orang-orang yang berhutang

Untuk jalan Allah (fisabilillah)

Mereka yang sedang dalam perjalan

Jadi kita telah sepakat bahwa zakat itu ada kriteria penerima, waktu, besarnya dan siapa yang boleh dan tidak boleh. Nah kalau sudah sepakat, maka kembali ke persoalan anda. Anda ingin memberikan Zakat tapi penerimanya adalah para warga yang tertimpa musibah, dan persoalannya boleh atau tidak kan gitu ?? maka jawabnya adalah, selama si penerima itu masuk dalam kriteria 8 aznab itu, maka diperbolehkan. Sebab jangan salah belum tentu semua korban gempa itu dari kalangan miskin / fakir, tapi juga ada orang yang kaya yang sebenarnya tidak layak menerima zakat. Jadi kalau sasaran zakat anda adalah untuk warga miskin dan pengungsian korban bencana, maka itu diperbolehkan dan hukumnya syah. Tapi kalau tidak memenuhi syarat diatas, bisa jadi nilai zakat anda hanya dinilai sodakoh ataupun infaq, padahal tujuan anda adalah zakat.

Atau karena atas pertimbangan (misal) mereka rumah roboh, harta musnah, mereka hidup di pengungsian dan mereka kemudian tiba2 menjadi miskin, bahkan sebagian meminta-minta sumbangan di jalan raya, maka zakat bisa anda berikan kepada penerima dengan kriteria semacam ini. Tapi berbeda ketika P.Camatnya rumahnya ikut roboh, tapi dia masih punya simpanan uang ratusan juta di bank, maka orang semacam ini tidak layak menerima zakat. Jadi sasaran zakat harus jelas.

Nah untuk menghindari salah sasaran tsb, ada baiknya anda memberikan langsung kepada penerima dengan nawaitu zakat dan anda harus lihat sendiri, layakkah si fulan ini menerima zakat dengan (kriteria diatas) ?? kalau tidak maka anda bisa alokasikan kpd yang lain. Tapi kalau anda tidak sempat, maka anda bisa salurkan kepada lembaga zakat yang sekarang ini sudah banyak. Jadi jangan main titip ke lembaga yang tidak jelas, sebab salah-salah zakat anda digunakan untuk membangun jalan desa atau jembatan disana, jadi kan meleset dari tujuan kan ??. Untuk itu - maka perlu kejelasan siapa sasaran yang ingin anda tuju. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz

Warisan dipercepat

Assalamualaikum wr wb.


Saya mau apakah ada dalil yang menyatakan bahwa jika pewaris sudah meninggal, maka harta warisan harus segera dibagikan.


Mohon pencerahannya.


Wassalam,


Riki

*********************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Membicarakan masalah waris, maka wilayahnya adalah pada hukum waris. Dan hukum waris ini mutlak memerlukan syarat, yaitu adalah 'sudah meninggalnya si pewaris'. Kalau yang punya harta belum meninggal maka hukumnya bukan hukum waris, tapi hadiah. Nah bedanya adalah, kalau hukum waris itu diatur hitungannya secara syariat, namun kalau hadiah, maka bebas tidak terbatas dan tidak ada hal yang mengatur.

Okey jadi kita sepakat mau membicarakan waris, jadi sudah pasti yang punya harta adalah sudah jadi mayit alias sudah meninggal. Permasalahannya, kalau si mayit punya anak dan keluarga, lalu bagaimana ?? Okey begini, anak2 dan keluarga ini disebut sebagai ahli waris dari si mayit. Mereka punya haq untuk mendapatkan warisan dari si mayit, selama si penerima itu memenuhi syarat. Lho apa ada yang tdk memenuhi syarat ?? bisa saja, coba kalau anaknya adalah anak angkat, maka tidak berlaku hukum waris. Anak angkat tidak bisa mendapat bagian warisan dari ayah/ibu angkatnya yang memiliki harta. Tapi kalau anaknya adalah anak kandung, maka dia berhaq atas warisan tsb. Anak angkat hanya bisa mendapatkan pemberian, bukan warisan.

Peninggalan (harta) si mayit, adalah semuanya menjadi hak milik ahli waris, kecuali HUTANG dan WASIAT atau yang SEJENIS. Kedua hal ini bukan menjadi milik ahli waris, tapi ahli waris wajib memenuhi pewaris untuk menyelesaikan masalah hutang atau wasiat tsb. Ahli waris memiliki juga kewajiban segera membagi warisan secara syar'i. ARtinya membagi dengan cara yang berlaku spt dalam hukum Islam, yaitu antara anak laki dan anak perempuan berbeda, antara anak2 dan istri (ibu) juga berbeda, nah disinilah kewajiban ahli waris membagikan secara syar'i.

Pertanyaanya adalah, kalau ada anggota keluarga yang tidak setuju bagaimana ?? itu yang disebut Dzolim, anak yang menentang dan menahan untuk dibagi warisannya, itu bisa dikatagorikan melanggar haq dan itu haram. Masalah tehnis pembagian sih bisa diatur. Kalau ada ahli waris yang tidak setuju dijual (misalnya) - maka yang menginginkan menempati yha silahkan membayarkan kepada ahli waris lain yang melepaskan, tapi bukan lalu ngotot tidak mau dibagi, ini yang namanya salah. Nah jika persoalannya yang menempati adalah adik yang atau ibu yang tidak memungkinkan keluar dari misal (rumah) itu, maka yha memang harus di musyawarahkan dan diputuskan dengan kerelaan, namun secara prinsip, warisan jika ada yang menginginkan dibagi, maka ahli waris yang lain tidak boleh menahan atau tdk menyetujuinya.

Masalah waktu menyegerakan, maka beberapa ulama menyepakati hal ini, sebab dikawatirkan akan timbul masalah dikemudian hari jika pembagian waris berlama-lama, dan juga mempertimbangkan faktor lain. Bahkan ada anjuran kepada pemilik harta, untuk membuat wasiat semasa hidupnya, agar sepeninggal nanti, ahli warisnya harus menyegerakan membaginya secara syar'i, jika tidak maka bisa terancam dosa. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz

Selasa, 01 September 2009

Mana lebih afdhol ibadah haji atau cicilan KPR ?

Assalamu'alaikum ...

Semoga Pak Ustadz selalu dalam lindungan-Nya ... amiin
Ada masalah yang sekarang saya sedang hadapi Pak Ustadz dan mohon bantuan pencerahan, mengenai mana yang lebih utama antara ibadah haji atau pelunasan KPR saya.
Begini Pak Ustadz, untuk 10 tahun kedepan saya ada cicilan KPR tapi di satu sudut hati saya, saya ingin sekali tahun depan berangkat ibadah haji.
Bagaimanakah hukumnya Pak Ustadz, apa yang harus saya dahulukan : mengalokasikan kelebihan rizki saya tahun depan untuk dana ibadah haji atau saya alokasikan untuk menutupi sebagian cicilan KPR saya??
Mohon bantuannya Pak Ustadz.

Jazzakumullahi khairan katsiran

Wassalamu'alaikum ...

Dedi

****************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Mas Dedi, permasalahan sudah dipahami, tapi sayangnya anda tidak menyebutkan umur anda agar lebih fokus dalam jawaban ini, namun saya berandai saja anda masih muda dan kuat untuk mencari nafkah insyaAllah 30th kedepan. Begini mas. 'Haji' itu adalah sebuah perintah bagi muslim yang mampu secara menyeluruh, ya phisiknya, yha dananya dan juga ilmunya. Jadi Haji itu hukumnya menjadi WAJIB bagi muslim yang mampu. Perintah Allah SWT itu jelas dalam QS Ali Imron 97 :

" 97. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3:97)"

Tetapi kalau pelunasa rumah/pemilikan rumah, di ayat atau hadist manapun juga tidak ada yang mampu merujuk. Nah dengan mempertimbangkan : (1) Pergi Haji adalah Wajib / ada tuntunannya (2) Anda masih muda dan mampu mencari nafkah kedepan (3) Umur manusia tidak tahu (4) Memenuhi rukun Islam (5) Menjauhkan diri dari Riba ..........maka anda sebaiknya pergi haji dulu. Perkara kredit rumah itu sudah barang tentu anda bisa kesampingkan, bahkan sepulang haji insyaAllah panjang umur, anda bisa tancap gas untuk melunasi/mengambil KPR. KPR jika sudah di setujui bank itu artinya anda sudah dinilai mampu untuk melunasi, sehingga tidak usah kawatir akan nasib KPR anda di bank. Apalagi mempertimbangkan bahwa berhubungan dengan KPR = berhubungan dengan Riba, maka nilai ukhrowi sebaiknya anda kejar dulu daripada nilai duniawi. Bukankah dengan haji itu berarti anda memenuhi panggilan Allah dengan melengkapi rukun islam. Namun jangan spt kebanyakan orang yang hanya ingin melengkapi rukun saja - tanpa memiliki ilmu yang cukup, namun sebaiknya juga ilmu haji harus anda kuasai sambil melunasi ongkos haji, sebab syahnya perjalanan haji jika Rukun dan wajib haji bisa dikerjakan secara sempurnya. Banyak orang yang hanya ikutan tanpa tahu mana yang rukun mana yang wajib. Walahu a'lam.

Okey mudah2an bermanfaat, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz

ZAKAT HARTA (Tabungan Haji)

assalamu'alaikum wr wb

Pak Ustadz yang di Rahmati Allah,
Saya mau menanyakan mengenai zakat Harta. Dalam hal ini harta tersebut sudah dalam bentuk tabungan Haji misal BRI / BNI haji yang nominalnya tetap alias tidak mendapat bunga atau potongan untuk administrasi?apakah uang ini wajib dizakati atau kah tidak?

Mohon pencerahannya....
Suwun

wassalamu'alaikum wr wb
rina susi

****************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Mb. Rina, bicara masalah Zakat itu adalah bicara masalah harta (kekayaan) - jadi kalau muslim mau membicarakan zakat, tentu hubungannya adalah pada kekayaan. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diketahui :
1). Biaya haji atau Tabungan haji bukanlah termasuk tabungan / kekayaan yang dikenakan zakat. Kalau tabungan biasa, memang akan kena zakat, namun tabungan haji bukan tabungan karena sebenarnya ini adalah ongkos (bukan tabungan). Spt halnya anda makan kan perlu beras, maka dana beli beras ini bukan termasuk dari tabungan tapi termasuk dalam katagori biaya, karena manusia hidup butuh makan.

2). Tabungan haji atau biaya haji itu bukan modal yang akan menghasilkan uang, sehingga hanya dana mandeg dan akan digunakan biaya saat sudah memenuhi syarat. Dengan demikian ini bukan barang modal yang menghasilkan keuntungan (untuk diputar).

3). Harta Obyek zakat a.l :

Harta obyek zakat ada yang dijelaskan secara tafsili (terurai) yaitu
Emas-perak (QS At Taubah:34-35), hasil pertanian (QS Al An’am:141) ,
peternakan (al-hadits), perdagangan (al-hadits) dan hasil temuan/rikaz
(al-hadits), ada juga yang dijelaskan secara Ijmali (Global) yaitu Harta
(QS At Taubah:103), Hasil usaha yang baik/halal (QS Al Baqarah: 267 dan
beberapa hadist nabi)

Mempertimbangan 3 hal diatas, maka tabungan haji tidak perlu dikeluarkan Zakatnya, karena bukan tabungan yang akan mendatangkan manfaat. Dan sebenarnya sekarang namanya bukan lagi tabungan haji, tapi cicilan ongkos haji, atau biaya naik haji. Bank hanya mengistilahkan itu adalah tabungan, meskipun dari sisi si pemilik itu adalah ongkos. Demikian pendapat saya, mudah2an bisa dipahami, tetapi jika hujah ini lemah, mohon kalau ada yang bisa lebih meluruskan, Sukron. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.


Baz