Jumat, 05 Juni 2009

Hukum Mark up bgmana ??

Bismillah
Assalamualaikum wr.wb

Beberapa waktu yang lalu sudah dibahas tentang muamalah dalam Islam, insyaAllah sudah ngerti.
Tapi ada hal-hal yang terjadi di perusahaan yang sering bikin saya bertanya-tanya apakah itu benar/salah.
Saya belum bisa memvonis masalah halal/haram. Memang sangat disayangkan karena sebagian orang hanya tau tentang halal/haram dari wujud makanan, misalnya babi haram...sementara hal-hal lainnya kadang sering terlewatkan, karena tidak berwujud dalam bentuk makanan kali yaaa...
Permasalahan yang ingin saya tanyakan di sini adalah yang terjadi di Divisi Purchasing/pembelian.
Jika ada supplier kita memberi harga $0.1, namun ternyata dari supplier sendiri harganya $0.08.
Karena alasan tertentu mereka minta kita ambil barang ke mereka bahkan minta mengalihkan dari supplier lain ke mereka. Bahkan tak jarang mereka juga menawarkan sesuatu ke kita. Salah satunya adalah persentase dari harga jual masuk ke rekening kita. Yang berhubungan langsung dalam aktivitas ini adalah divisi purchasing. Jadi dengan harga $0.1 yang diketahui oleh perusahaan, padahal dari supplier harga $0.08, jadi $0.02 masuk ke rekening orang purchasing ( atau mungkin divisi lain maupun jika ada kerjasama antar beberapa divisi )
Yang ingin saya tanyakan, $0.02 memang dikasih oleh supplier...kalo melihat bentuk itu suatu pemberian atau bonus saya rasa gak masalah...Namun dengan melaporkan bahwa harga barang adalah $0.1 berarti kan sudah ada kebohongan pada perusahaan dengan $0.02 tersebut. Perusahaan kita adalah perusahaan asing, supplier pun orang asing, namun karyawan yang berkaitan dengan masalah ini kan muslim, bahkan ada yang sudah benar-benar paham dengan agama.
Termasuk apakah ini ustad..??
Sementara nominal yang masuk gak bisa dibilang sedikit. katakanlah $0.02 itu untuk 1 item saja..bagaimana kalau ada 100 item...dan pembelian dalam sebulan bisa mencapai ribuan...perhitungannya seperti ini jadinya
1000 x 100 x $0.02 = $2000 atau sekitar Rp. 14.000.000 ( estimasi 1$=7000)...per bulan

Mohon penjelasannya dengan kasus ini..

Jazakumullohu Khoiron Katsiro
Wassalamualaikum wr.wb

Soleha Ma'sum

**********************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Sambil menunggu ustads lain menjawab, saya coba memberikan masukkan.

Kasus yang anda ungkap, yaitu Harga Barang $0.08 tapi lalu di beli/dibukukan harga $0,1. Tindakan ini dalam ilmu ekonomi disebut 'Mark-up' atau di naikkan atau di tingkatkan harganya dari harga dasar...... Dari kasus ini sudah terang sekali bahwa tindakannya haram menurut syariah, dengan pengertian, bahwa jika Perusahaan memang tidak tahu bahwa harga asli $0,08 ...... namun berbeda cerita ketika Perusahaan melegalkan tindakan tersebut. Artinya perusahaan memberikan kebebasan kebagian pembelian untuk menawar, tapi selesih penawan diperbolehkan di kantongi bagian purchasing. Namun hampir tidak ada di praktek industri / perusahaan formal - melakukan cara-cara semacam ini. Hampir mayoritas, perusahaan memiliki purchasing itu yah salah satu tugasnya adalah melakukan efisiensi pembelanjaan, semakin efisien dan dapat harga murah, maka purchasing dianggap berhasil. Jadi kalau perusahaan tidak tahu dan purchasing melakukan diam2 itu yang disebut dengan korupsi. Secara logika bisa dipikir, ketika itu adalah perusahaan kita, lalu kita punya karyawan bagian purchasing, lalu mereka melakukan tindakan ilegal semacam itu, maka tentu kita tidak bisa menerima. Nah demikian juga dengan perusahaan anda tsb.

Namun ada juga perusahaan (apalagi ini perusahaan asing) - memang sengaja me-markup harga beli, karena semua barang dan docomen kan dari Luar negeri, maka sebelum masuk DISENGAJA harganya di naikkkan yang tujuannya nanti untuk meminimalkan pajak ........... sebab semakin mahal harga belinya, maka untungnya semakin kecil, maka pajak juga menjadi kecil. Perusahaan Asing kadang melakukan tindakan spt ini agar pembayaran pajak ke negara menjadi kecil.

Namun kalau kasus yang anda angkat ini kan perseorangan yang melakukan, bukan kemauan perusahaan, maka jelas hukumnya adalah Haram, karena melebihkan harga dari harga yang sebenarnya dan kelebihan itu di kantongi, bukan untuk dikembalikan kpd perusahaan. Aturan unmum, jika purchasing bisa menawar semakin murah, maka selesih itu tentu dikembalikan ke perusahaan bukan untuk keperluan pribadi atau dikantongi.

Berbeda kasusnya dalam makelar/broker - Dalam bahasa Arab, istilah makelar disebut dengan simsar. Dan kerja makelar disebut simsarah. Jadi kalau anda mau jual rumah 100 juta lalu disampaikan ke teman sbg makelar dengan mengatakan silahkan kalau bisa jual lebih, lebihnya untuk kamu. Maka hal spt ini diperbolehkan. Ada rujukan Hadist sbb :

Dan Ibnu Abbas ra. berkata bahwa tidak mengapa seseorang berkata kepada
temannya,"Juallah barangku ini, bila kamu bisa menjaul dengan harga
sekian dan sekian, maka lebihnya untukmu."

Ibnu Sirin sendiri mengatakan bahwa bila seseorang berkata kepada
temannya, "Juallah barang ini dengan harga sekian," tapi kalau dia
berhasil menjual di atas harga itu, maka kelebihannya boleh dimilikinya.

Jadi dalam jual-beli barang termasuk dalam kasus anda, itu harus diperhatikan syarat awalnya spt apa. Atau istilah Islamnya adalah Khobulnya spt apa........ dasarnya adalah hadist berikut : Rasulullah SAW, bersabda : "Seorang muslim itu terikat kepada syarat yang telah
disepakatinya." Jadi kalau selisih beli itu memang tidak ada kata-kata boleh untuk karyawan, maka sudah jelas selesih pembelian tsb menjadi haq perusahaan, bukan karyawan ybs.

Demikian semoga bermanfaat, dan jika ada yang ingin menambahkan atau meluruskan jawaban ini dipersilahkan, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz

4 komentar:

senyum mengatakan...

Assalamu'alaikum...
ustdz, kalau hukum bagi si penjualnya bagaimana?? kan secara tidak langsung ikut terlibat melancarkan aksi karyawan dalam penipuan..

Rinaldy Anindhita mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rinaldy Anindhita mengatakan...

tapi si penjual menjadi pembuka jalan bagi si pe mark up untuk mendapatkan hasil korupsi dengan persetujuan nota,invoice dll beda halnya jika nota, ttd dll kepunyaan si peminta mark up itu maka hukumnya jual beli atau makelar (menurut saya pribadi)

Al,izza blogger mengatakan...

Ohya contoh kecil saja tentang jualan pulsa . Disitu ada mark upnya.. itu gimana.. ...tp saya sblumnya sudah bilang sama anak buah saya. Bahwa saya mngambil untung dari transaksi kamu sbesar sekian2... dan dia mnyetujui.. apakah itu boleh