Saya ini mempunyai suatu janji untuk membiayai ONH Orang tua ( Ibu Kandung ).kata - kata ini terucap pada saat saya masih sendiri ( belum berkuluarga ). dan baru saya realisasikan pada saat saya sudah menikah. Apa yang saya lakukan ini sudah sempat saya beritahukan kepada istri saya. Namun sepertinya istri saya kurang setuju atas apa yang saya niatkan ini dan saya tetap menjalankan niat saya tersebut tanpa sepengetahuan istri saya.
Apakah yang saya lakukan ini bertentangan dengan syariat agama? Bagaimana solusinya supaya istri saya mau memahami dengan apa yang telah saya lakukan ini?
Ahmad Efan,
***************************
Jawab :
Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Mas Akhmad Evan, ini ane urun rembug saja, biar nanti kurangnya ditambahkan yang lain. Begini, apa yang antum tanyakan itu adalah hal muamalah dalam ibadah. Begini mas, masalah haji, semua tahu bhw ini adalah perintah agama dalam rukun Islam yang ke 5. Artinya setiap muslim wajib berhaji bagi yang mampu. Nah yang menjadi permasalahan adalah hajinya tsb syah atau tidak, maka ini tentu kalau seluruh proses haji di lakukan dengan benar dan sesuai dengan tuntunan haji insyaAllah syah hajinya. Namun ditinjau dari pembiyaan haji, maka ini bisa menyangkut halal haram, artinya ketika kita menghajikan orang dengan dana haram, maka hajinya tetap syah, tapi secara syariat diharamkan untuk menghajikan dengan dana haram.
Nah permasalahannya adalah, Dana yang anda pakai untuk menghajikan ibu itu dana siapa ?? kalau anda tidak bekerja dan istri bekerja, maka dana itu adalah milik istri, untuk itu jangan dipakai untuk menghajikan ibu anda. Kecuali ada keridhoan dari istri, namun kalau anda kerja dan itu dana anda sendiri, hal itu halal dan tidak masalah dan itulah bentuk bhakti anda kepada orang tua. Kapan lagi anda menghajikan ortu, sementara umur dan kesehatan berkurang terus setiap waktu. Tetapi meskipun itu dana anda sendiri, tetapi karena anda sudah berkeluarga maka seyogyanya tetap harus mempergunakan etika berkeluarga yang baik yaitu didiskusikan dan di infokan (bukan minta ijin yha). Jadi sampaikan kepada pasangan bhw anda mau menghajikan ortu dan itu adalah nadzar anda sejak masih bujang dulu. Tetapi meskipun anda yang membiayai, namun tetapi diperhatiakan cash-flow keuangan RT. Jangan anda gelap mata, lalu berhutang sana-sini dan akhirnya menjadi beban keluarga. Yang demikian ini kurang pas dimata syariat.
Namun permasalahannya ketika diskusi dan info sudah disampaikan, sementara risky anda berlebih, tetap istri anda kurang berkenan, maka nasehati dia secara pelan dan halus, pokoknya yang syar'i saja. Katakan bahwa istri itu dalam segala hal (termasuk financial) ditanggung oleh suami, bukankah dulu ketika akad nikah, anda meminta kpd ayahnya untuk meminang ??.Konsekwensinya adalah seluruh kehidupan dan kebutuhan istri itu, suamilah yang mencukupinya. Lalu siapa yang memiliki authorisasi mengatur keuangan keluarga ??? ini yang menjadi persoalan masing2 RT yg berbeda-beda. Namun suami sebagai kepala RT dan sekaligus pencari nafkah tentu anda punya authorisasi yang lebih thd penggunaan dananya, bukan istri. Sampaikan pengertian juga bahwa menghajikan orang itu, adalah mengalokasikan kekayaan di jalan Allah, tentu Allah akan ridho dan akan menggantikannya. Tolong jelaskan bahwa ini adalah nadzar yang hukumnya 'wajib' dilaksanakan' ....kecuali udzur dan oleh sebab ketidak mampuan lainnya. Namun kalau tetap tidak berkenan, yha kalau anda ada kelebihan rizky maka hajikan sekalian saja mertua anda (orang tua si istri) - agar tidak timbul 'social jelousy' .......Mudah2an urun rembug sederhana ini bermanfaat dan selamat berjuang. Syukron, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.
Baz
Jumat, 12 Februari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)