Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Oleh : Ahmad Nugroho (Opini bebas)
Blog : http://pandangan-baz.blogspot.com/
Sebuah artikel yang menarik dari Prof. Nassarudin dan sekaligus mengagetkan. Betapa tidak mencengangkan, ketika angka perceraian tiap tahun meningkat dan meningkat terus. Coba saya garis bawahi lagi data perceraian
a. Di Bandung dari 30.900 kasus perceraian, sebanyak 15.139 (60 persen) adalah
kasus isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13.415 kasus.
b. Jakarta dari 5.193 kasus, sebanyak 3.105 (60 persen)
adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai
isteri 1.462 kasus.
c. Di Surabaya dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80
persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai
isteri mencapai 17. 728 kasus.
d. Medan dari 3.244 kasus sebanyak 1.967 (70 persen)
adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811
kasus.
e. Di Makassar dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 persen) adalah isteri
gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1.093 kasus.
f. Semarang dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 persen) adalah isteri
gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12.694 kasus.
Sungguh data yang 'unbelievable', meskipun kita tidak mendapatkan data apakah itu dalam kurun 1 th atau 3 th dst, jadi tidak bisa diambil midnya (tengahnya) ........... dari semua data di kota besar tsb, yang paling banyak adalah Istri menggugat cerai suami - ini adalah sebuah fenomena yang patut kita cermati. Hampir rata-rata menempati lebih dari 65%. Ini artinya apa ?? Sudah lazimkah istri menggugat suami ?? syar'ikah cara-cara tersebut ??
Kalau kita tarik kebelakang pada jaman sahabat, dimana dikatakan jaman dimana sebagai contoh umat terbaik atau Allah menyebutnya dengan 'Khoiru Ummah' ..........maka data perceraian diriwayatkan sangat-sangat sedikit, dan tochpun ada itu dikarenakan banyaknya janda yang ditinggal suaminya karena mati sahid dalam membela dinul Islam, bukan menjanda gara-gara menggugat suaminya spt sekarang. Tidak habis pikir kenapa para istri berani menggugat cerai suami jika memang para istri tersebut berasal dari pemeluk Islam. Dalam Islam ada tahapan-tahapan yang harus diketahui oleh para istri bagaimana menggugat cerai suami. Memang dari data itu tidak diketahui berapa kasus dari masing-masing yang berasal dari muslim dan berapa non-islam. Alangkah disayangkan jika kasus pergugatan ini datangnya dari para wanita muslimah. Bisa jadi kalau banyak umat islam yang tidak mengetahui aturan menggugat cerai - jangan-jangan ada yang salah dengan dakwah kita selama ini.
Dari data diatas ternyata kita bisa belajar bagaimana budaya 'hedonisme' dan 'materialisme' yang katanya menjunjung demokratis dan modernisasi ini ternyata menyisakan penyimpangan syariat kususnya dalam rumah tangga. Ulama mengatakan generasi ini dikatakan generasi Al-wahn (cinta harta dan takut mati), sebuah generasi yang jauh dari nilai2 Islam. Perilaku wanita untuk berani menggugat cerai kepada suaminya sungguh sebuah fenomena pemberontakan thd syariat - meskipun akan kita lihat nanti satu-satu mana yang syar'i dan mana yang tidak. Dari data penyebab tuntutan cerai istri adalah : (1) karena
ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723 kasus, (2) faktor ekonomi 24.252 kasus, (3) krisis keluarga 4. 916 kasus (4) cemburu 4.708 kasus (5) poligami 879 kasus, (6) kawin paksa 1.692 kasus, (7) kawin bawah umur 284 kasus, (8) penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus. (9) Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, (10) cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, (11) perbedaan Politik 157 kasus, (12) gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, (13) Tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus.
Ternyata data yang amat besar adalah 'Ketidak Harmonisan Keluarga' & 'Ketidak cocokan' menempati 46.723 & 54.138 kasus, tetapi kalau kita berandai-andai bahwa muslim menempati 80%, maka ada sekitar 37.378 kasus. Hm.......... sebuah data yang dahsyat. Coba bayangkan ketika data ini terjadi rata-rata tiap tahun, maka berapa juta ahwat yang harus menjanda dikarenakan 'Ketidak harmonisan' & ketidak cocokan. Aduh sebuah data yang mengerikan .........
Kita semua umat Islam terutama kaum ahwat harus tahu bahwa ada beberapa syariat bagaimana mengawali sebuah perkawinan, dalam Islam dikenal dengan istilah 'ta'aruf' - yaitu sebuah pertemuan antara laki dan perempuan dengan DI MEDIASI oleh orang2 yang kompeten melakukan mediasi, sehingga dari pertemuan ini diharapkan timbul kecocokan, komunikasi yang baik serta saling mengerti. Dalam proses ta'aruf ini sebaiknya masing2 sudah membawa biodata masing2 calon, sehingga saat keduanya dipertemukan masing2 bisa saling menjajagi dan menanyakan latar belakang masing-masing. Dari taaruf ini yang paling penting goalnya adalah bisa mendorong seseorang mengambil keputusan YES or NOT. Jika NO maka selesai sudah, dan jika YES maka bisa ditindak lanjuti dengan pembicaraan yang lebih serius yang melibatkan keluarga kedua belah pihak. Dari cara-cara semacam ini dihindari seseorang 'beli kucing dalam karung' karena tidak tahu biodata masing-masing. Sehingga secara detail masing-masing bisa memahami kelemahan dan kekuatan masing-masing melalui pendalaman bio data.
Coba bisa dibandingkan dengan kehidupan remaja sekarang yang tidak islami, yang istilahnya adalah pacaran. Mereka melakukan kenalan sendiri atas dasar ketertarikan (phisik saja) - dari situ berlanjut ke pacaran, dan banyak dalam proses pacaran ini terjadi perzinahan, yang bisa berujung kepada perkawinan atau malah perpisahan. Betapa menderitanya remaja yang mengalami keadaan ditinggal pacar, sementara ia sudah pernah tidur bersamanya. Hm.......... ini adalah pelanggaran syariat. Sedang bagi yang pacaran kemudian nikah, maka si ahwat tidak tahu samasekali latar belakang dan tabiat si laki-laki, maka biasanya si istri baru tahu tabiat suami atau sebaliknya, pada saat perkawinan sudah berjalan. Inilah yang mungkin menjadikan penyebab perceraian atau istri melakukan gugatan cerai kepada suami semakin besar dan semakin besar spt yang dilansir prof. Nassarudin. Bisa dibayangkan apa yang bakal dihadapi ketika salah satu ingin menghentikan bahtera rumah tangga ?? tentu jawabnya si wanita akan menjanda dan si laki akan menduda.
Dalam berbagai kasus, laki-laki (duda) lebih banyak melakukan nikah lagi ketika dia menduda dibanding dengan para ahwat yang karena sesuatu harus menjanda. Firman Allah SWT : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS : Ar Rum:21)
Mungkin karena laki-laki diciptakan untuk memimpin, memiliki sikap lebih terbuka (ekstrovert) dan memiliki kodrat untuk menentukan pilihan, maka secara naluri laki-laki lebih TIDAK TAHAN sendiri, dibanding dengan para wanita yang harus dengan terpaksa menjanda. Dari pangalaman beberapa pelaku pernikahan modern, bahkan tidak sedikit yang usia perkawinannya tidak lebih dari seumur jagung, ada yang hanya bertahan 1 tahun, ada yang hanya 2 bulan bahkan ada yang hanya 1 minggu. Hm............... kenapa demikian ?? Jawabannya adalah tadi diatas, bahwa proses pernikahan tidak diawali dengan sesuatu yang melibatkan 'Keridhoan Allah SWT' atau dengan kata lain melalui 'ta'aruf'. Banyak pelaku pernikahan (wanita) yang merasa bisa mengatasi sendiri persoalan, banyak pelaku yang terpaksa potong kompas tanpa melalui restu orang tua, banyak wanita yang terburu karena usia sudah mulai mendesak shg jalan2 yang tidak syar'ipun ditempuh. Inilah mungkin salah satu penyebab mengapa wanita lebih banyak melakukan gugatan cerai kepada suami spt yang digambarkan dari data-data diatas.
Gugatan istri terhadap suami itu dalam Islam diperkenankan tetapi harus ada penyebab yang mutlak, misalnya : Suami melakukan maksiat (Judi, Dzina, Mabuk, Madat, Narkoba, Korupsi, maling, dll), Suami tidak memberikan nafkah (Lahir dan batin), Suami tidak bertanggung jawab (sering tidak pulang rumah dengan alasan tidak jelas, mengabaikan pendidikan anak-anak dan Istri, dll), Suami mulfunction (tidak berfungsi) baik dari segi sexualitasnya maupun phisiknya. Jadi mahkamah agama yang dalam hal ini adalah 'Pengadilan Agama' menurut Islam membolehkan istri melakukan gugatan cerai kepada suami selama memenuhi syarat-syarat khusus. Diluar ketentuan yang melanggar syariat itu, maka istri haram hukumnya melakukan gugatan cerai kepada suami, bahkan bisa teracam masuk neraka. Bgamaimana mungkin jika suami sudah melakukan kewajibannya dengan benar, tiba-tiba karena si wanita tertarik laki-laki lain lalu minta cerai ?? Hm........... itu bisa terjadi di abad yang katanya demokratis ini, abad yang mana katanya menjunjung tinggi persamaan haq, abad yang mengedepankan HAM ........dan jauh dari nilai2 Islam.
Jadi berhati-hatilah ketika anda akan menggugat cerai suami anda, harus melalui sebuah mekanisme yang benar dan memiliki alasan yang benar-benar syar'i, sebab kalau salah tembak, kitalah yang akan terkena azab di akherat nanti. Demikian ahwat-ku, mudah2an anti semua menjadi orang yang selalu mendapat barokah serta petunjuk kepada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah mendapat petunjuk dan kenikmatan melalui iman dan taqwa. Semoga rumah tangga kita semua selalu di beri cahaya (nur) Illahiyah yang akhirnya menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Subhaanaka-lloohumma wa bihamdika, Asyhadu
an-laailaahailla anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika...jazakumullahukhoiron ktz. Wassalamualaikum wr. wb.
Data :
Selasa, 15/07/2008 17:57 WIB
Suami-Istri Beda Parpol, Angka Perceraian Meningkat
Arifin Asydhad - detikNews
Nasaruddin Umar
Jakarta - Angka perceraian di Indonesia semakin meningkat sepanjang tahun.
Salah satu sebab yang mendasari perceraian ini karena ada peningkatan
perbedaan politik atau partai politik antara suami dan istri terkait
Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah (Pemilu dan Pilkada).
"Ini harus diwaspadai, karena dapat mengganggu keutuhan dan kelanjutan masa
depan bangsa," kata Dirjen Bimas Islam Depag Prof. Nasarudin Umar dalam
jumpa pers dengan wartawan di Jakarta, Selasa (15/7/2008).
Menurut dia, yang terbaik saat ini adalah mengamankan jaring-jaring
keluarga. Perceraian akibat Pemilu, karena berlatar belakang pandangan,
harus dihindari. Karena itu ia mengimbau kepada umat muslim agar menghindari
adanya perbedaan yang dapat menjurus kepada perceraian.
"Urusan politik adalah urusan sesaat, sementara urusan keluarga adalah
urusan seumur hidup. Bahkan sampai akhirat," kata Nasaruddin.
Dalam konferensi pers ini, dia kembali mengungkap bahwa perceraian di
Indonesia cenderung meningkat. Ketika tampil sebagai pembicara dalam
Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional
beberapa waktu lalu, Nasaruddin Umar juga menyebutkan bahwa gejolak yang
mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya pada
tiga tahun terakhir ini.
"Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian
bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10
pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga," jelas
dia.
Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah
suatu perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi, faltanya,
perceraian itu menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia.
"Dalam Al-Quran 80 persen ayat membicarakan tentang penguatan bangunan rumah
tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan masalah penguatan negara,
bangsa apalagi masyarakat, sebab keluarga adalah sendi dasar terciptanya
masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di atas bangunan
keluarga yang berantakan, " ujarnya.
Ia menegaskan, apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami
peningkatan, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat
pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Ia juga menjelaskan, pada kasus perceraian suami-isteri ternyata jumlah
isteri yang menggugat cerai suami makin meningkat. Hal merupakan fenomena
baru di enam kota besar di Indonesia. Terbesar adalah di Surabaya.
Berdasarkan data, di Jakarta dari 5.193 kasus, sebanyak 3.105 (60 persen)
adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai
isteri 1.462 kasus. Di Surabaya dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80
persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai
isteri mencapai 17. 728 kasus.
Di Bandung dari 30.900 kasus perceraian, sebanyak 15.139 (60 persen) adalah
kasus isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13.415
kasus. Selanjutnya, di Medan dari 3.244 kasus sebanyak 1.967 (70 persen)
adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811
kasus. Di Makassar dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 persen) adalah isteri
gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1.093 kasus. Sedangkan
di Semarang dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 persen) adalah isteri
gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12.694 kasus.
Menurut Nasaruddin, penyebab perceraian tersebut antara lain karena
ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723 kasus, faktor ekonomi 24.252
kasus, krisis keluarga 4. 916 kasus, cemburu 4.708 kasus, poligami 879
kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan dan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus.
"Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak
bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus,
gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan
(selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus," kata dia.
Tingginya permintaan gugat cerai isteri terhadap suami tersebut, diduga
karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau
akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan.
"Kesadaran atau kebablasan, itulah antara lain yang menjadi perhatian kita
semua sebagai umat beragama," kata Nasaruddin, mengomentari kecendrungan
kasus perceraian suami-isteri itu.(asy/iy)
Source :
http://www.detiknews.com/read/2008/07/15/175742/972399/10/suami-istri-beda-p
arpol-angka-perceraian-meningkat
Rabu, 16 Juli 2008
Langganan:
Postingan (Atom)