Minggu, 06 Maret 2011

Bgm membagi waris sesuai amanah pemilik ??

Assalamu'alaikum Pak Baz
Smg pak Baz selalu dalam keadaan sehat ......

Tanya sedikit ya Pak, smg tdk mengganggu ....

Nenek saya sebelum meninggal sempat mewasiatkan pembagian waris kepada anak2nya untuk dibagi rata antara anak laki2 dan perempuan, dan itu dinyatakan didepan salah seorang anak dan menantunya. Apakah itu harus dijalankan atau kembali ke hukum Islam, pembagian 2 : 1
Masalahnya, anak2 laki tetap menuntut di bagi menurut hukum islam, sedang salah satu anak wanita minta bagi rata.
Kaena sama2 keras, maka sampai sekarang mereka masih saling bersitegang

Sementara itu, kami skeluarga, jadi bingung untuk menagmbil sikap, krn mamah sdh meninggal.

Mohon pencerahan ya Pak, Terima kasih

Wass
Sahara


*******************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Selamat siang mb Sahara, email sudah saya terima dan terima kasih. Untuk
menjawab permasalahan anda, maka kalau dilihat dari history sekilas dari
anda, maka nenek anda itu telah 'mewasiatkan' sesuatu harta (tanah) - dan
wasiat tersebut dinamakan 'amanah'.

Menurut hukum Islam yang disebut 'Faroid' maka memang terjadi perbedaan
jumlah penerima antara ahli waris laki dan perempuan. Namun dari cerita anda
itu, (jika benar) .....ketika sebelum meninggal nenek anda mewasiatkan
pembagian secara merata, maka beliau (nenek) tidak memakai konsep hukum
islam (faroid) yang umum disebut sebagai warisan, tetapi lebih kepada
pemberian 'Hadiah'.

Nah anak-anak yang mendengar wasiat tersebut HARUS menjalankan amanah sesuai
dengan pesan, Tidak boleh dilanggar sedikitpun. Masalah bagaimana nenek
dihadapah Allah SWT kelak ketikda tidak memakai konsep hukum Islam, maka ya
biarlah nenek yang akan menjawab nanti, tetapi AMANAH beliau itu di dunia
harus ditunaikan. Dasar Dalilnya adalah :

Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan
amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan
Ibnu Hibban)

Firman Allah dalam Qur'an : "Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk
menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan
hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.”
(An-Nisa: 58)

Dari 2 dalil tadi Hadist dan Quran - rasanya tidak ada cara lain untuk
membantah atau meniadakan wasiat nenek. Jadi wasiat tetap harus dijalankan.
Perkara nanti si penerima waris yang 'perempuan' lalu mau memberikan ke pada
pihak lagi separonya, itu urusan lain. Namun secara syar'i amanah nenek
tetap harus di jalankan.

Sebaiknya keluarga berembug dulu dan masing2 jangan mengedepankan dalil.
Solusi terbaik adalah bagi rata dulu, baru nanti anak perempuan yang merasa
haknya tidak utuh, maka bisa dihibahkan kpd yang lain. Bagi membagi itu
adalah masalah tehnis - yang jelas sebagai pendengar amanah, wajibnya adalah
menjalankan dulu amanah itu. Namun bagi anak laki2, juga jangan ngotot harus
dibagi sesuai faroid lalu mengedepankan haknya, ini namanya dzalim. Maka
agar semua terhindar dari dzalim dan pertanggung jawaban amanah, maka bagi
dulu spt apa amanah waktu itu. Toch yang punya tanah itu nenek. Mau diapakan
saja, nenek memiliki hak tertinggi atas tanah tsb. Bahkan misal tanah hanya
diberikan kepada 1 anak saja, itupun juga syah, yang lain juga dilarang
merasa memiliki.

Okey mudah2an bisa dipahami .......okey ?? walahualambishowab

Baz

Selasa, 01 Maret 2011

Pilihan Sudah Mantap, Namun Orang Tua Tidak Setuju

Pertanyaan :


Ass.Wr.Wb.

Ada kerabat yang menikah dengan calonnya tapi tidak di walikan oleh ayahnya, dikarenakan ayahnya tidak setuju, mereka menikah dengan wali hakim (sebelumnya sempat dimusyawarahkan untuk mau menikahkan anak perempuannya dan si ayah sempat mendapatkan panggilan dari KUA dan tidak pernah dihiraukan).


Sekarang si Ayah sudah bisa menerima pernikahan anak perempuannya tersebut yg telah dikarunia seorang anak,, apakah hukum pernikahannya sah ? atau harus dinikahkan kembali oleh si ayah. Mohon pencerahannya. Wassalam wr wb.

Zarina

******************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Mb Zairina, kasus yang anda kemukakan adalah kasus yang sering dijumpai di masyarakat. Dan untuk mengurai persoalan tersebut, seyogyanya tetap mengacu pada syarat syariat dan melihat bagaimana sejarah terjadinya persoalan dibawah.

Nah sebelum di jawab, maka kita perlu tahu dulu bagaimana sih kedudukan walinikah di dalam sebuah pernikahan ?? Walinikah yang haq (wali mujbir) adalah ayah kandung si wanita. Yaitu suatu haq yang sangat istimewa yang diberikan Allah SWT kepada ayah kandung si wanita. Bahkan sampai hebatnya maka, ayah kandung boleh memutuskan sesuatu walaupun tanpa konsultasi / pertimbangan dulu terhadap si anak.

Nah kalau sudah tahu bahwa ayah kandung adalah wali mujbir, lalu yang anda tanyakan ini kasusnya bagaimana kok bisa suatu perkawinan bisa dilakukan tanpa ayah kandung tetapi dengan 'wali hakim' ..?? Kasus dilewatinya / diabaikannya sang ayah sebagai wali nikah, yaitu jika ayah sudah dipandang tidak memenuhi syarat sesuai dengan syariat. Artinya si ayah bisa di tinggalkan haknya menikahkan anak wanitanya, jika ia telah maksiat kepada Allah SWT, Misal : si ayah murtad, suka judi, pemabok, meninggalkan sholat/islam, dll yang sifatnya maksiat kepada Allah SWT. Nah wali nikah (ayah) semacam ini bisa gugur haknya sebagai 'wali nikah'

Kalau itu yang terjadi, maka jika waktu itu lalu ayah di tinggalkan, maka kasus ini bisa dibenarkan, artinya pernikahnya bisa syah selama walinya lalu diambil dari wali sesuai syariat. Hanya skr muncul masalah berikutnya yaitu adanya 'wali hakim'. Siapa yang dimaksud wali hakim disini ?? apakah petugas KUA dll ?? (tidak jelas)

Nah sebelum menjawab ini, maka perlu diketahui siapa sih wali nikah yang syah menurut syariat ??
Wali nikah yang syar'i itu adalah (sesuai urutannya)

Ayah kandung
Kakek, atau ayah dari ayah
Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah saja
Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
Saudara laki-laki ayah
Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)

Nah wali hakim yang anda maksud itu tidak jelas, Kalau dimaksud adalah orang KUA, maka sudahkah dia mendapat mandat dari wali syah ?? kalau tidak ada mandat (permintaan) dari wali yang syah, maka nikahnya batil - gagal dan perlu di ulang.

Jadi kesimpulannya, syah atau tidak nikahnya anak2nya itu dulu, maka harus dilihat dari kasus per kasus. Jika dulu tanpa wali mujbir (ayah), maka harus dilihat kenapa alasannya, sebab bisa syah dan bisa juga batil, sesuaikan dengan masalahnya dulu apa. Yang kedua adalah wali hakim, .......maka tanyalah siapa yang memberi mandat wali hakim menikahkan anak2 tsb. Jika tidak ada mandat, maka nikahnya bisa batil.

Sebab sekarang ini banyak kasus laki & perempuan dengan gampangnya menggunakan wali hakim (diluar wali syah) - untuk menikahkan, dikarenakan ortunya tidak menyetujui. Maka hati2 bagi remaja2 yang belum nikah di mailist ini, untuk mempertimbangkan dan mempelajari dengan matang langkah2 syar'i sebelum melakukan pernikahan. Walahualambishowab. Wassalamualaikum wr wb


Baz