Selasa, 19 Oktober 2010

Seputar perceraian (2)

Ass wr wb

Menyambung pertanyaan saya sebelumnya pak ustad.....
1. Pada saat si ibu "X" masih bersuamikan bapaknya anak2 mereka mempunyai hutang dengan orang lain. Apakah hutang tersebut masih menjadi tanggung jawab mantan suaminya?
2. Yg menginginkan perceraian adalah pihak perempuan dg alasan sejak hamil 3 bln ditinggal tanpa nafkah lahir bathin. dan saat bayi berusia 3 bln suaminya datang dan pada kedatangan berikutnya ibu tersebut nyodorkan surat cerai dan ditanda tangani oleh bapaknya anak2 berikut saksi-saksi. Apakah secara hukum islam cara ini dibenarkan?

Mohon pencerahan pak .waslm

*********************

Jawab :


Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


1). Apakah hutang selama nikah juga tg jawab suami ?? J : Prinsip hutang itu, adalah melekat pada individu. Artinya ketika punya hutang maka kewajiban membayar / mengembalikan adalah melekat kepada siapa yang berhutang. Dasarnya adalah Al-BAqoroh 282 : "
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah [179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur............"


Saat seorang wanita di nikah oleh pria, itu secara tersirat bahwa seluruh haq phisik dan tgjawab thd wanita ada di tangan pria yang menikahinya. Artinya seluruh tanggung jawab phisik dan psicis wanita sudah beralih di tangan pria. Oleh karena itu salah satu syarat pria yang mau meminang wanita dalam islam, salah satu syaratnya adalah punya kemampuan lahir batin. Artinya ketika wanita sudah dinikah, maka seluruh tgjawabnya ada di tangan suami. Maka dari itu, dalam tatanan rumah tangga muslim, transparansi / keterbukaan keuangan itu harus benar2 terbuka antara suami &istri. Jangan main sembunyi-sembunyi, kalau mau ngirim ke ortu yah semua jelas dan transparant. Keduanya harus mengetahui dan mengerti berapa tersedia nafkah tiap bulannya dan harus dibelanjakan apa, maka semuanya harus mengetahui. Jadi kalau sudah ada transparansi, maka jika terjadi harus berhutang (keluar) - maka suami sebagai penanggung jawab harus tahu dan dia yang harus mengambil keputusan boleh atau tidaknya berhutang. Jika suami melarang berhutang, maka istri tidak bisa memaksakan. Dan jika ada istri berhutang diluar sepengetahuan suami, maka hutang tsb bukan tanggung jawab suami, apalagi hutang tsb dipakai untuk maksiat atau untuk melawah hukum Allah SWT, maka hal demikian tidak menjadi tgjawab suami. Sbb tidak sedikit istri yang berhutang keluar tanpa sepengetahuan suami - tahu2 ada tagihan dari pihak 3. Istri yang demikian adalah istri yang dzalim. Jadi kalau semua sudah paham, maka otomatis hutang adalah menjadi tgjawab keluarga yang muaranya pada suami sebagai pencari nafkah.

2). Yang mengajukan cerai adalah pihak perempuan, bgm secara syariah ??
J : Kalau laki2 mau melepas istri itu namanya CERAI, tetapi kalau istri mau melepas suami namanya 'KHULU', Arti khulu adalah melepaskan, sbb suami dan istri itu di Quran digambarkan sebagai pakaian masing2, Istri adalah pakaian laki2 dan laki2 adalah pakaian wanita. Nah aturan khulu itu harus memenuhi salah satu syarat, atau 4 hukum :

(a). Hukum MUBAH (diperbolehkan) - misal : istri sudah benci tinggal dengan suami yang bisa disebabkan beberapa hal misal : tabiat suami, bau badan, bau rokok, pergi berbulan-bulan tanpa pemberitahuan, dll atau ketakutan wanita tidak bisa melaksanakan kewajiban sebagai istri karena rasa benci misal suami pernah serong dll. Keadaan ini membolehkan istri mengajukan khulu'

(b). Hukum HARAM (dilarang) Misal : Dari sisi suami, sengaja tidak mengurus, tidak mendatangi dan tidak memberi nafkah istri agar jika terjadi khulu' (gugat cerai istri), maka si suami akan mendapatkan bayaran tertentu atau harta tertentu. Dari sisi istri (contoh) : Minta khulu' tapi keadaan rumah tangga baik2 saja dan tidak ada masalah. Dari dua keadaan ini di haramkan jika istri mengajukan khulu'.

(c). Hukum MUSTAHABBAH (sunah) ; Yaitu suami yang sudah meremehkan hak-hak Allah, artinya suami agak mengesampingkan masalah-masalah yang berhubungan dengan Allah, misal : Suka catur pdhal sudah waktu sholat, sering mancing keluyuran tidak tahu waktu, saat puasa wajib tidak melakukan, Korupsi, dan menganggap remeh agama. Suami yang demikian ini bisa di ajukan khulu' (gugat cerai) krn suami yang seharusnya jadi pemimpin dan tiang RT, tapi ternyata tidak bisa diandalkan dan cenderung menjauh dari nilai2 agama.

(d) Hukum WAJIB (harus) : yaitu suami yang telah terang2an melakukan maksiat kepada Allah SWT, misal : Suka Mabok, suka dengan prostitusi, dll. Di kasus ini, malah istri wajib hukumnya meng khulu' suami karena sudah bermaksiat dengan Allah SWT, RT yang suaminya dalam kriteria semacam ini, maka jangan harap rumah tangganya bakal tentram, damai, dan saling membutuhkan. Yang ada adalah malah menjadi penyakit (duri dalam daging) - yang senantiasa akan memporak-porandakan RT.

Jadi khulu' itu bisa diwujudkan jika memenuhi hak hukum diatas. Nah sekarang silahkan di pilih yang mana kasus yang anda hadapi itu terjadi apakah Khulu Mubah, apakah khulu haram, khulu mustahabbah atau khulu wajib. Disamping itu maka perlunya wanita menimbang betul calon suaminya, wanita harus tahu betul tabiat suaminya, wanita harus tahu betul kadar agama calon suaminya, agar wanita tidak terjebak dalam 'beli kucing dalam karung'. Kalau wanita asal mencari yang rupawan / hartawan saja, maka tunggulah suatu saat cinta kalian itu hanya akan sirna seiring dengan waktu. Yang tadinya rupawan akan menjadi peot dan ompong, yang berhartawan akan menjadi renta dan meremehkan orang lain - dan jangan salah harta ini penerima terbanyak nanti adalah anak2 bukan kalian istri2 itu. Lalu bagaimana memilih suami ?? maka jawab sederhana, ingatlah sabda Rasullullah SAW dalam kriteria terakhir memilih suami adalah : 'Pilihlah yang agamanya baik' ............... apa itu ?? agama.......... apa ?? agama ...........sekali lagi pilihlah calon suami yang agamanya baik. Rasanya tidak perlu saya menggurui bagaimana agama seseorang itu baik, ........lihatlah ketika calon suami anda itu cinta masjid, biasanya disitu tumbuh biji2 keimanan yang baik.

Demikian sekedar sharing ini, kalau ada yang salah datangnya dari saya pribadi dan unt itu saya mohon ampunan Allah SWT dan jika semua benar datangnya dari Allah SWT. Mudah2an bermanfaat ........ wassalam wr wb

baz

Seputar Perceraian

Assalamualaikum wr wb

Pak ustadz, ada beberapa hal yang mau saya tanyakan ke bapak dimana pertanyaan ini adalah pertanyaan yg ditanyakan seorang ibu kepada saya. Karena takut salah maka pertanyaan ibu tersebut belum saya jawab.

Adapun kejadiannya adalah sbb:

1. Si ibu "X" mengandung anaknya yg ke 2 dan sejak umur kandungan 3 bulan ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ada kabar berita dan tidak di nafkahi lahir bathin sampai si ibu melahirkan dan sekarang usia bayinya 4 bulan. Pada saat bayi berusia3,5 bulan suami si ibu datang dan dari beberapa kali pertemuan disepakati mereka bercerai dengan talak III yg ditanda tangani keduanya beserta saksi di atas segel ( Secara Pengadilan belum).

2. Dalam surat tersebut disebutkan anak diasuh oleh ibu tetapi tidak disebutkan nafkah anak.

Pertanyaannya :

1. Bagaimana menurut Islam perceraian tersebut?
2. Bagaimana nafkah dan biaya pendidikan kedua anak mereka? Apakah masih menjadi tanggung jawab bapak?
3. Jika si Ibu suatu hari berumah tangga dengan laki-laki lain, bagaimana nafkah dan semua kebutuhan anak? Apakah tanggung jawab bapak kandungnya atau bapak tirinya?
3. Bagaimana pendapat bapak dengan perkataan suaminya yang mengatakan kepada si ibu "X" bahwa : JIKA NANTI SI IBU BERUMAH TANGGA DGN YG LAIN, MANTAN SUAMINYA TDK MAU TAU DGN ANAK2?

Mohon pak ustadz dapat memberikan jawabannya secara hukum Islam maupun hukum pemerintahan. Saya sangat menunggu jawaban dari bapak, karena si ibu menanyakan terus kepada saya.
Demikian pak ustad pertanyaan saya'

Wassalamualaikum wr wb

Duan ..........

****************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Saya coba urun rembug dan mudah2an bisa disempurnakan oleh ustadz2 lain yang lebih kompeten. Begini ......................

1). Untuk hukum talak3 langsung, secara syariah islam syah hukumnya apalagi talak tsb memang sudah di jatuhkan kepada istri. Apalagi diperkuat adanya sakti dan surat pernyataan. Jadi wanita yang sudah di talak 3 maka dia tidak bisa dinikahi lagi oleh mantan sauminya ini, DIKECUALIKAN, dia sudah nikah dengan pria lain dan saat itu dia cerai juga dengan suaminya yang ke 2. Tapi ma'af jangan buru2 di nikah lagi ya ....... tunggu si suami ini harus menunggu masa idah dulu yang kira2 3bln, jd tahan dan sabar ya .......... itupun kalau si istri cerai dengan suami ke 2nya, tapi kalau nggak cerai ya jangan di tunggu, mosok orang rumah tangga resmi kok di tunggu cerainya. Jadi inti kata, talak 3 yang dijatuhkan insyaAllah syah ..............

Nah kalau hukum negara bagaimana ?/ kalau hukum negara, maka sebelum ada putusan PA (pengadilan agama) - maka status 2 insan ini belum bercerai sampai ada keputusan pengadilah yang shahih. Jadi ketika belum ada putusan PA, maka si wanita belum boleh menikah. Kalau sudah ada putusan mutlak dan ketok palu cerai PA, maka 2 insan ini sudah bukan muhrim lagi, jadi harus tahu syarat dan hukum jika mereka bertemu.

2). Bagaimana biaya pendidikan anak2 ?? maka siapa dulu yang memiliki hak asuh atas anak2 ini. Jika hak asuh ada pada si istri, maka sudah pasti tugas suamilah yang harus membiayai anak2-anaknya. Apalagi kalau hak asuh ada pada ayah, maka ayah tetap yang harus membiayai. Jadi emang laki2 mesti harus dikasih pelajaran kalau menceraikan istri dalam keadaan punya anak yang masih memiliki tanggungan biaya. Sampai kapan batas membiayai anak2nya ?? yaitu sampai si anak bisa mandiri. Bgm ayah yang lalai tidak mau membiayai ?/ maka hakim bisa memaksa si bapak untuk membiayai atau memenjarakan ybs.

3). Bagaimana kalau si perempuan ini nikah lagi dengan pria lain ?? maka tetap saja hak untuk menafkahi anak menjadi tanggung jawab ayah nasab, krn anak ini lahir dari sepasang ayah & ibu nasab yang syah. Bpk tiri tidak punya kewajiban mutlak thd anak2 yang dibawa si istri. Namun dalam praktek biasanya bapak tiri juga ikut membiayai anak2 tirinya, jika demikian maka dibolehkan, tetapi jika ada anak perempuan, maka anak perempuan ini nanti ayah nasabnya adalah ayah yang sudah bercerai, bukan bapak tirinya. Jadi kalau si anak ini mau nikah, maka wali nikahnya harus dicari yaitu ayah nasabnya. Maka disarankan sebaiknya anak wanita tetap harus menjalin komunikasi dengan ayah nasabnya, jika kedua ortunya bercerai.

4). Ayah tidak mau membiayai jika ibu nikah lagi ?? perkataan semacam itu adalah perkataan 'bathil' dan tidak berdasar. Dalam logika dan ilmu kemanusiaan manapun perkataan semacam ini sangat menyakitkan. Apakah lalu maksud si suami mau menahan istrinya agar tidak nikah ?? Hm .........inilah yang dikatakan batil tsb, maunya enak sendiri si laki nikah lagi, tapi si istri kalau nikah lagi di ancam anaknya tidak dibiayai. Ayah nasab tetap memiliki tgjawab thd anak2nya sampai si anak bisa mandiri baik dalam keadaan dia bercerai ataupun tidak. Dipersatukannya laki dan perempuana dalam suatu ikatan perkawinan itu salah satu tujuannya adalah mengalihkan beban nafkah kepada laki2. Bukan malah sebaliknya .................. jadi si istri nikah lagi adalah sebuah urusan yang terpisah dengan perceraian ini, apalagi nanti si istri ini kan tentu punya anak lagi dengan suaminya yang baru ......... ?? maka si ayah baru akan menanggung juga biaya thd anak2nya ...............

Demikian saja yang sedikit mudah2an bermanfaat, hadanallahu wa'iyakum walahualam bishowab, silahkan disempurnakan bagi pembaca yang memiliki wawasan lain atau mau menambahkan - Wassalamualaikum wr wb.

Baz