Jumat, 09 April 2010

Bgm mengqadha Puasa Ramadhan sedang saya menyusui ??

Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
Ustadz/Ustadzah yg dirahmati Allah, mohon penjelasannya perihal mengqadha puasa bagi wanita yg tidak dapat melaksanakan puasa krn saat Ramadhan sedang nifas dan menyusui. Dan hingga mendekati Ramadhan berikutnya msh menyusui.
Sudah mencoba utk mengqadha namun ASI menjadi berkurang shg tdk dpt mengqadha terus menerus.
Bagaimana hukumnya jika smp bulan Ramadhan berikutnya msh ada hari puasa yg blm diqadha.
Saat tdk puasa di bulan Ramadhan kemarin sudah membayar fidyah.
Terima kasih sebelumnya atas penjelasannya.
Wassalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
Ida

*****************************

Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Ada beberapa cara yang bisa anti tempuh untuk menggantikan puasa dikarenakan anti menyusui, :

Cara (I) pertama (Mengikuti jumhur ulama) atau kesepakatan ulama, yaitu dengan cara Mengkhodo (mengganti puasa) dan Membayar Fidyah kepada orang miskin.

Cara (II) Kedua (Mengikuti pendapat Ibnu Umar & Ibnu Abbas) ; Yaitu dengan cara membayar fidyah saja, karena ibu hamil apalagi yang sering hamil, maka digolongkon kepada orang sakit yang itu dibebaskan Allah SWT untuk tidak berpuasa namun hanya membayar fidyah. Dalilnya adalah : "
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (dibolehkan berbuka dengan mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)

kalimat terakhir dalam ayat ini yang di firmankan 'berat menjalankannya' adalah digolongkan kepada orang yang sakit atau orang tua yang sudah tidak mampu menjalankan puasa, sehingga dibebaskan dengan puasa namun membayar fidyah kepada fakir miskin. Dalam kasus anda, dimana selang setahun masih juga menyusui dan tidak bisa meninggalkan ini karena volume ASI nya jadi sedikit, maka boleh digolongkan kepada orang yang sakit - dan semua dikembalikan kepada niat anda yang sebenarnya. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz

Rabu, 07 April 2010

Wali nikah bagaimana, krn ortu sudah cerai ??

Assalamualaikum,Wr,Wb


langsung saja, saya ingin menanyakan masalah yang sedang saya hadapi, kedepan saya akan menikah dengan pilihan saya, tapi yang jadi masalah,orang tuanya sudah cerai saat dia umur 3 tahun,,dan sampai saat perebutan anak di menangkan oleh ibunya,dan sibapak kecewa dengan sumpah serapah,,(kalau ada jodoh tidak akan dinikahkan,dan tidak di akui nya sebagai anak ), lalu kalau sampai saat nikah,siapakah wali yang sah dalam islam dalam kasus saya ini??mohon dibantu kebimbangan saya ini,,kalau pertanyaan ini terjawab,maka saya mendapatkan kuncinya untuk ke jenjang pernikahan,


terimakasih, kepada Allah. SWT atas segala nikmat-Nya


Wassalam


Rizky Robby

********************************
Jawab :

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Akhi Rizky yang sedang gundah, kami memahami jika antum menjadi bingung kepada siapa nanti untuk mencari wali ketika antum akan menikah dengan gadis tersebut, pdahal kita tahu semua syahnya suatu nikah salah satu syaratnya adalah adanya ijab khobul antara yang mengkhitbah (pelamar) anda sendiri dengan wali-nikah nasab (ayah). Jadi dikarenakan sudah terjadi perceraian kedua ortu gadis, maka pemecahan secara syariah adalah sebagai berikut :

1). Ketika antum akan menikahi si gadis, usahakan antum sekali lagi menemui ayah kandung si gadis untuk melakukan pendekatan, sebab bagaimanapun ayah si gadis masih hidup, jadi hukumnya tetap wajib antum melakukan pendekatan untuk meminta dinikahkan dengan dengan si gadis. Kecuali ayah kandung mati, maka antum bisa menikah dengan wali nikah urutan berikutnya. Mudah2an Ayah kandung tidak seperti dulu lagi melakukan sumpah serapah. Berilah pengertian kepada si ayah, bahwa gadis ini tidak memiliki dosa apapun kepada si ayah, dan si ayah adalah orang yang mendapat amanah Allah SWT untuk mendidik, membesarkan dan MENIKAHKAN (krn anak wanita). Nah jika kewjiban menikahkan tidak di lakukan oleh ayah sebagai ayah nasab (ayah kandung) - maka si ayah berdosa besar, karena tidak menjalankan amanah sesuai syariat. Posisi Ayah nasab untuk menikahkan anak gadisnya hampir tidak tergantikan oleh siapapun, oleh karena itu sebagian ulama menyebut ayah nasab itu adalah sebagai wali mujbir (mempunyai hak wali lebih besar dari yang lainnya). Saking kuatnya posisi ayah, maka suatu nikah bisa terancam haram ketika tidak memenuhi syarat, ini hadistnya :

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,?Siapapun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil, maka nikahnya batil, maka nikahnya batil. ?Sultan adalah wali bagi wanita yang tidak punya wali. (HR. Ahmad 6/166, Abu Daud 2083, At-Tirmizy 1102, Ibnu Majah 1879)


2. Jika ayah tetap tidak mau menikahkah, maka secara syariat anda harus pergi kepada hakim (pengadilan agama) untuk mengadukan hal ini, nanti hakimlah yang akan memanggil ayah anda untuk dimintai keterangan tentang alasannya menolak menikahkan (wali a'dhal) atau wali nasab yang tidak mau menikahkan anaknya. Jika tetap dicarikan titik temu tidak bisa, maka biasanya hakim lalu mengarahkan anda untuk memakai wali lain. Biasanya hakim akan menanyakan urutan wali berikutnya yang punya hak perwalian atas gadis tersebut. Namun semaksimal mungkin hakim akan membujuk ayah sebagai orang tua untuk bisa menikahkan anaknya. Posisi ayah kandung memang sangat vital, sebab tanpa dia si gadis ini tidak akan ada di dunia, bahkan sampai Rasullullah SAW pernah menggambarkan bagaimana pentingnya posisi ortu dalam kehidupan ini, Berikut hadisnya :

Dari Abi Umamah r.a. bahwa seseorang bertanya, "Ya Rasulallah, apakah hak orang tua kepada anaknya?" Beliau menjawab, "Kedua orang tuamu itu adalah surgamu dan nerakamu." (HR Ibnu Majah)

Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang apa saja dosa besar itu, beliau menjawab, "Syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh nyawa manusia dan saksi palsu." (HR Bukhari)

Inilah pentingnya posisi orang tua, sehingga semaksimal mungkin anda harus melalui keridho'an ayahnya. Namun Hakimlah nanti yang akan mengarahkan siapa wali nasab yang berhaq untuk menggantikan posisi ayah, ketika ayah tidak mau untuk menikahkan.

Hak perwalian ayah kandung itu bisa gugur, dalam beberapa hal berikut ini :
a. Menyerahkan perwalian kepada pihak lain (hakim, saudara, atau siapapun)
b. Gugur syarat sebagai wali (Islam, laki-laki, akil, balik, Merdeka, adil)
c. Meninggal dunia

Untuk itu selamat berjuang semoga Allah SWT senantiasa menuntun antum selalu kepada jalan lurus dan dikhobulkan apa-apa yang menjadi keinginan luhur antum, Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahatullahi wabarakatuh.

Baz